You are currently viewing Tanya Jawab Seputar Disleksia

Tanya Jawab Seputar Disleksia

Ayah Bunda, tak sedikit orang yang menganggap bahwa disleksia adalah penyakit, padahal disleksia bukanlah penyakit, melainkan gangguan belajar karena perbedaan cara kerja dan aktivitas neuron di otak. Anggapan ini adalah salah satu contoh dari banyak kekeliruan lainnya dalam masyarakat tentang disleksia. Dalam sesi sharing bersama narasumber Ibu Maya Ramayanthi yang merupakan seorang Psikolog Anak, muncul berbagai pertanyaan menarik yang bisa dibilang Frequently Asked Questions (soal yang sering ditanya) seputar disleksia. Kali ini, kami merangkumnya untuk Ayah Bunda yang mungkin sedang mengumpulkan informasi tentang disleksia.

Bagaimana gejala disleksia?

Gejala disleksia ditandai oleh kesulitan membedakan birama atau rhyme (kata-kata yang mempunyai bunyi hampir serupa, misal: buat –  kuat – muat), mengeja atau mendikte (spelling), kemampuan membedakan bunyi dari huruf (phoneme), serta tidak sinkron antara kecepatan jari mengetik dengan kemampuan mengecek ulang tulisan.

Apakah disleksia bisa sembuh?

Sayangnya tidak bisa, karena pada orang yang mengalami disleksia ada perbedaan cara kerja otak. Tapi disleksia bisa dikelola dan dibantu agar kerja otaknya menjadi lebih sinkron dan teratur.

Apa yang harus dilakukan agar tidak terlambat menyadari bahwa anak mengalami disleksia?

Amatilah anak sejak dini. Apabila sedari usia prasekolah anak mengalami keterlambatan bicara, kesulitan membedakan bunyi huruf, dan kesulitan merangkai bacaan meski pun telah mendapat stimulasi yang cukup dari orang tua dan gurunya, ada kemungkinan anak mengalami disleksia.

Apa yang perlu dilakukan seetelah mengetahui anak terdiagnosis disleksia?

Langkah penanganan selanjutnya tergantung dari usia anak ketika dideteksi dan kondisi pada saat terdeteksi. Banyak kasus anak disleksia yang dirujuk karena kasus trauma sekolah, ada masalah emosi, atau gejala psikosomatik (misalnya: saat akan ke sekolah, anak mengalami sakit perut, sakit kepala, dll  yang tidak disebabkan oleh bakteri dan virus). Saat kondisinya sudah seperti ini, yang perlu Ayah Bunda lakukan adalah mengurangi atau mengontrol gejala sekunder terlebih dulu (trauma, masalah emosi, psikosomatik), baru kemudian mengelola penanganan masalah disleksianya.

Selain itu, Ayah Bunda juga dapat mencari tahu lebih jauh tentang multisensory, yaitu salah satu bentuk intervensi dini untuk mengatasi disleksia, dengan cara mengajarkan pola membaca tertentu yang melibatkan seluruh pengindraan (penglihatan, sentuhan, pendengaran, dan motorik).

Apakah seiring usia maka disleksia yang dialami akan semakin parah?

Ada variasi (continuum) dari disleksia, dari yang ringan sampai yang berat. Variasi disleksia berat adalah yang paling sulit untuk diatasi, karena sampai anak dewasa mungkin ia akan melabeli dirinya sebagai orang yang bodoh, tidak mampu, gagal, dan tak suka sekolah. Kala si anak menginjak usia dewasa, kondisi disleksia berat diiringi putus sekolah dan label diri bodoh dapat mendorong penderitanya berperilaku kriminal untuk menghidupi dirinya.

Sedangkan pada variasi disleksia ringan, kondisinya dapat ditanggulangi dengan coping mechanism alias menemukan solusi sendiri untuk mengatasi kekurangannya. Misalnya untuk membedakan kanan dan kiri, orang yang mengalami disleksia dapat mengingat tahi lalat pada tangan kanannya, sehingga ia tahu kalau tangan dengan tahi lalat adalah penanda sisi kanan tubuhnya. Adapun, persoalan cukup pelik bagi penderita disleksia ringan di usia dewasa adalah manajemen waktu dan tugas yang dapat berdampak pada performanya di rumah dan tempat kerja.

Sebagai penutup artikel, ada tips nih untuk Ayah Bunda. Disleksia bisa diatasi dengan memberikan struktur, mengajarkan membaca dengan benar, dan memperbanyak jejaring syaraf di otak yang menjadi jembatan penghubung otak kiri dan kanan. Caranya ialah lakukan olahraga yang berhubungan dengan olah nafas, gerakan silang, dan gerakan yang membantu aktivasi otak menjadi lebih baik, seperti brain gym, berenang, yoga, dan tai chi.

Sumber:

https://www.facebook.com/notes/880846205783927/

Gambar:

canva.com

Leave a Reply