Narasumber: Nia R. Raihanah, S.Psi., Psikolog
Kelompok usia dewasa
Apa itu lansia? Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, usia lanjut atau lansia adalah orang dengan usia diatas 75 tahun. Dua kelompok usia ini membutuhkan pendampingan berbeda, yang masing-masingnya perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing persona. Menurunnya penglihatan pada lansia cenderung masih bisa dikoreksi alat bantu. Sementara kelompok usia lanjut, kondisi penglihatan semakin memburuk. Beberapa diantaranya bahkan sulit membedakan warna, mempersepsi ruang dan ukuran, hingga mengalami katarak atau glaukoma.
Kondisi fisik lansia
Lansia memiliki tantangan yang berbeda dengan kelompok usia lainnya, baik secara fisik maupun psikologis. Secara fisik, orang lanjut usia mengalami penurunan fungsi anggota badan, mulai mulai dari sistem peredaran darah, pernafasan dan penurunan seksualitas.. Beberapa masalah kesehatan yang sering dijumpai pada orang berusia lanjut antara lain radang sendi, hipertensi, respon yang lambat, lemahnya daya tahan fisik, dan ritme aktivitas tubuh yang berubah.
Perubahan pada kondisi fisik menuntut adaptasi yang tidak selamanya mulus, penurunan volume aktivitas dan kekuatan fisik acapkali berpengaruh pada kondisi psikologis dari lansia bersangkutan. Pada dasarnnya, seluruh aspek hidup memang saling terkait. Perubahan pada aspek motorik misalnya, dapat memicu dinamika pada aspek sosial emosi, bahasa, dan kognitif, begitupun sebaliknya.
Kondisi psikologis yang dialami orang lanjut usia
Dari sisi psikologis, baik sisi kognitif maupun sosial emosi, orang lanjut usia juga mengalami penurunan. Terkait fungsi kognitif, penurunan intelektualitas dapat berupa berkurangnya kemampuan verbal, melemahnya ingatan, kemampuan berpikir abstrak, dan kecepatan memproses informasi. Dalam aspek sosial emosi, perubahan cenderung lebih kentara di masa pensiun, yang dikenal dengan istilah post power syndrome.
Pada titik ini lansia bersangkutan semakin terjauhkan dari teman sebaya dan cenderung merasa sendiri. Apalagi ketika pasangannya telah meninggal dan keluarganya tinggal terpisah dan sibuk mengurus aktivitas masing-masing. Akibatnya beragam, lansia bisa lebih cepat marah, gampang tersinggung, atau justru sebaliknya menjadi depresi, bersikap dan berpikir negatif, serta sulit beradaptasi.
Bagaimana menjaga kondisi lansia?
Pada orang usia lanjut, penurunan kondisi fisik dapat dibantu dengan meningkatkan stimulasi gerak yang berpengaruh juga ke otak. Dengan stimulus gerak, semisal olahraga atau berdansa, daya ingat, penalaran, bahasa, dan fungsi fisik dapat dipertahankan. Stimulus gerak juga dapat disatukan dengan upaya penyaluran energi lansia, misalnya melalui kegiatan bercocok tanam. Bercocok tanam memungkinkan lansia menyalurkan energinya, berkonsentrasi pada kegiatan positif dan menyenangkan, sekaligus merasa puas dengan hasil karyanya. Contoh stimulus lain adalah ibadah. Membaca Al Qur’an atau shalat sunnah (bagi yang muslim) misalnya, sekaligus menstimulasi otot dan otak.
Dalam mendampingi perjalanan menua para lansia, orang terdekat sebaiknya paham tentang arti penting teman sebaya bagi lansia. Bersama teman sebaya, lansia dapat bernostalgia, mengingat pengalaman lama yang jadi menyenangkan ketika dikenang. Teman sebaya telah melalui fase hidup yang serupa, oleh karenanya cenderung lebih bersabar memahami cerita dan bernostalgia bersama dibanding keluarga dari kelompok usia yang lebih muda. Bertemu teman dari kelompok usia yang sama dapat menghibur sekaligus mempertahankan fungsi aspek lain seperti bahasa dan kognitif melalui stimulasi berulang. Bahasa dan kognitif yang sering distimulasi lebih potensial mempertahankan daya ingat dan kemampuan berpikir yang bersangkutan.
Tidak hanya teman sebaya, dukungan orang terdekat juga sangat dibutuhkan oleh orang lanjut usia. Di usianya, mereka seringkali mengalami flash back tentang alur hidupnya. Ia akan berusaha menyelesaikan problem yang dianggap belum terselesaikan. Lansia yang berhasil melalui proses ini akan mendapatkan kebijaksanaan. Namun mereka yang gagal cenderung menjadi putus asa. Pada situasi inilah tepatnya, dukungan keluarga, orang terdekat, dan teman sebaya sangat dibutuhkan. Bila kondisi fisik dan psikologis telah semakin menurun, pendampingan intens lebih baik dilakukan, misalnya melalui sistem piket atau menyediakan perawat khusus. Bila dirasa perlu, konsultasi dengan psikiatri boleh dilakukan, misalnya pada lansia dengan halusinasi atau depresi (*).
Baca juga: Lansia dan Nutrisi yang Dibutuhkannya.
Pingback: Lansia dan Nutrisi yang Dibutuhkannya - Keluarga Pintar Indonesia
Pingback: Sulit Menurunkan Berat Badan di atas Usia 60 Tahun? Ini Alasannya dan Solusinya - Keluarga Pintar Indonesia
Pingback: ‘Silent Walking’ Tips Redakan Stress yang Viral di TikTok, Apa Itu dan Bagaimana Kata Ahli? - Keluarga Pintar Indonesia