Oleh Sherly Meidya Ova, M.Psi., Psikolog.
Kontributor Resume: Indah Dewi Susilowati
Jika suatu ketika, ayah bunda melihat anak ayah bunda secara sukarela membantu menenangkan temannya yang sedang sedih. Hal tersebut tentu membuat ayah bunda berbahagia karena hal tersebut mencerminkan bahwa anak ayah bunda telah menunjukkan contoh perilaku empati. Lalu, apa yang dimaksud dengan empati? Bagaimana cara membangun empati pada anak? Apa yang harus diperhatikan oleh orangtua dalam menanamkan empati pada anak? Mari kita menguliknya satu persatu.
Empati merupakan kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain terutama yang berkaitan dengan memahami orang lain, kesanggupan untuk peka terhadap kebutuhan orang lain dan kesanggupan untuk turut merasakan perasaan orang lain serta memahami apa yang dipikirkan orang lain.
Bentuk empati bisa bermacam-macam, dapat dengan cara memberikan minum, permen, atau sekedar menghibur dengan kata-kata penyemangat. Hal tersebut berarti menunjukkan bahwa anak sedang berusaha memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh temannya. Ketika mengetahui bahwa temannya sedang bersedih, anak yang memiliki empati akan mengetahui bahwa temannya ini perlu dihibur sehingga ia pun menghibur temannya.
Perbedaan empati dan simpati
Kita kerap kali mendengar istilah empati dan simpati. Barangkali ayah bunda ada yang belum terlalu mengerti perbedaan dari kedua kata tersebut. Hal ini akan lebih mudah dijelaskan dengan memberikan sebuah contoh. Misalnya ada seorang teman yang sedang bersedih karena sedang mengalami musibah kematian orang terdekatnya, jika respon yang diberikan adalah simpati maka anak hanya akan mengekspresikan emosinya dengan ikut menangis bahkan bisa lebih sedih dari temannya karena larut dalam emosi. Namun, jika respon yang diberikan adalah empati, maka anak mengekspresikan kesedihannya tanpa larut dalam emosi, ia akan mampu melakukan sesuatu yang dapat mengurangi kesedihan temannya. Misalnya dengan menghibur atau menawarkan bantuan konkrit.
Manfaat empati
Empati merupakan soft skill yang sangat penting untuk diajarkan kepada anak karena memiliki banyak sekali manfaatnya. Empati merupakan landasan penting dalam membangun kepedulian anak-anak terhadap orang lain. Selain itu menurut penelitian, dalam jangka panjang, anak-anak yang empatik cenderung untuk berbuat lebih baik di sekolah, dalam situasi sosial, dan dalam berkarier ketika mereka telah dewasa.
Sebenarnya anak telah mampu menunjukkan kemampuan empati dasar sejak masih berusia 18 bulan. Pada usia tersebut, anak telah mulai menguasai kemampuan memahami perasaan orang lain. Pada usia tersebut anak sudah memahami kalau orangtuanya sedang bersemangat, gembira, lelah, sedih, marah. Nah, ketika memasuki usia 2 tahun atau usia dimana anak sudah mampu berkomunikasi sosial, saat itulah ayah bunda sudah bisa untuk mengajarkan empati kepada anak. Berlanjut ke tahapan usia prasekolah hingga sekolah dasar, dapat terus diajarkan untuk membangun sikap empati pada dirinya.
Bagaimana membangun empati anak?
Lalu, bagaimana cara membangun sikap empati pada diri anak? Berikut tips-tips yang dapat dilakukan oleh ayah bunda.
1. Bantu anak untuk mengenali dan memahami emosi dirinya sendiri terlebih dahulu.
Caranya adalah dengan menanyakan mengenai apa yang kira-kira saat itu dirasakan oleh anak, misalnya: “Abang lagi kesel ya karena teman-teman mainnya curang?”, “Adik senang ya dapat kado dari kakek?”. Pembiasaan seperti ini akan membuat anak memahami emosi yang sedang dirasakan, mengutarakan dan melakukan hal yang serupa dikemudian hari.
2. Biasakan ‘Maaf, Tolong, dan Terima Kasih’
Orangtua juga dapat membiasakan 3 kata ajaib kepada anak: ‘Maaf, Tolong, dan Terima Kasih’. Membiasakan anak sedari dini mengucapkannya akan membuatnya tumbuh menjadi anak yang memiliki kemampuan dalam memahami orang lain.
3. Kapan orang tua menanamkan empati pada anak?
Orangtua tidak harus menyediakan waktu khusus untuk mengajarkan empati pada anak, karena empati bukan diajarkan secara formal. Menanamkan sikap empati berlangsung secara kontinyu dari waktu ke waktu, sehingga ayah bunda dapat menyisipkan praktek empati dalam keseharian, saat bermain, mendongeng, menonton film, dan ketika belajar agama. Tentu semua agama memiliki nilai ajaran yang baik, termasuk mengajarkan empati di dalamnya.
Agar empati lebih cepat tertanam pada diri anak, juga dapat dilakukan kegiatan bersama seperti mengajak anak membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana, menjenguk keluarga/teman yang sakit, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
4. Memelihara hewan, mengasah kepekaan
Apakah ayah bunda yang anaknya senang berinteraksi dengan hewan?
Ternyata memelihara hewan dan berinteraksi dengan hewan dapat melatih kepekaan anak terhadap kondisi orang lain.
Dengan memelihara hewan, anak akan memperhatikan kala hewan peliharaannya lapar atau ingin bermain. Anak juga akan memperhatikan kapan hewan peliharaannya takut akan suatu hal, seperti takut dengan suara petir, juga akan turut sedih jika binatang peliharaannya terluka.
Empati yang ditampakkan anak terhadap hewan peliharaannya juga akan tampak ketika berinteraksi dengan teman dan keluarganya.
5. Perspective-taking
Cobalah untuk perspective-taking. Ketika anak terlihat melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan kepada orang lain, misalnya mengejek temannya yang bertubuh gemuk, lakukan dialog dengan anak, “kalau kamu yang memiliki badan gemuk kemudian ada yang mengejek kamu, kira-kira kamu gimana perasaan kamu? Senang tidak dengan perilaku teman yang mengejek itu?”
Dengan pespective taking, anak akan belajar memahami sudut pandang dari sisi yang lain.
6. Sikap orang tua
Hal yang harus diperhatikan dalam membangun empati anak adalah ketauladanan, ayah bunda tidak hanya memberikan nasihat, namun juga mempraktekannya dalam keseharian.
Selain itu ayah bunda juga harus konsisten dan sabar. Empati pada anak tidak bisa berhasil hanya dalam satu malam, empati adalah kemampuan yang tumbuh, maka dari itu perlu upaya yang kontinyu dari orangtua dalam menanamkan empati pada anak.
Dalam berjalannya waktu, terkadang usaha ayah bunda dalam menanamkan empati kepada anak dapat langsung tertangkap dengan baik oleh anak, namun pada waktu yang lain anak akan sulit menangkapnya. Jangan bandingkan daya tangkap anak ayah bunda dengan daya tangkap anak lain yang ayah bunda anggap lebih baik. Hal tersebut akan membuat anak defensif yang pada akhirnya menyulitkan ayah bunda dalam menanamkan empati pada anak.
Hargai proses yang dijalani anak ayah bunda dan berikan apresiasi ketika anak telah menunjukkan sikap empati. (*)
Pingback: ‘Silent Walking’ Tips Redakan Stress yang Viral di TikTok, Apa Itu dan Bagaimana Kata Ahli? - Keluarga Pintar Indonesia