Kekerasan seksual adalah masalah yang terjadi di seluruh dunia. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual apa pun yang dilakukan tanpa persetujuan atau tanpa diberikan secara sukarela. Contohnya termasuk pemerkosaan, pemaksaan seksual, dan kontak seksual yang tidak diinginkan.
Meskipun banyak orang dapat pulih seiring waktu, dampak ini tidak hanya dirasakan seketika, tetapi juga bisa muncul berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah kejadian.Pengalaman traumatis seperti ini dapat meninggalkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan, baik secara fisik maupun emosional, seperti penyakit jantung, gangguan pencernaan, hingga gangguan kesehatan mental.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami konsekuensinya, mengenali tanda-tandanya, dan mencari bantuan yang tepat.
Trauma yang dialami tidak harus menjadi penentu masa depan. Mengetahui cara mendapatkan dukungan dan perawatan yang tepat dapat membantu para penyintas kekerasan seksual menjalani hidup yang sehat dan bermakna.
Siapa Saja yang Bisa Mengalami Kekerasan Seksual?
Statistik kekerasan seksual bervariasi tergantung jenisnya. Di Amerika Serikat, satu dari empat perempuan dan satu dari 26 laki-laki pernah mengalami pemerkosaan atau upaya pemerkosaan sepanjang hidup mereka.
Siapa pun bisa menjadi korban kekerasan seksual. Namun, kelompok tertentu lebih rentan terdampak, seperti perempuan, komunitas yang termarjinalkan secara ras atau etnis, individu LGBTQ+, serta mereka yang berpenghasilan rendah.
Dampak Emosional Kekerasan Seksual: Apa yang Perlu Diketahui
Sebagian besar korban kekerasan seksual melaporkan adanya dampak terhadap kesehatan mental. Depresi dan kecemasan adalah gangguan yang paling umum muncul, begitu pula gangguan stres pascatrauma (PTSD). Sebuah tinjauan terhadap berbagai studi memperkirakan bahwa 75% penyintas mengalami gejala PTSD dalam satu bulan setelah kejadian, dan sekitar 40% masih mengalaminya satu tahun kemudian.
Gejala PTSD dapat berupa:
- Depresi dan kecemasan
- Stres pascatrauma (PTSD)
- Rasa malu, marah, atau kehilangan kepercayaan diri
- Kesulitan tidur dan mimpi buruk
- Menarik diri dari lingkungan sosial (dissociation)
Penyintas dengan PTSD mungkin merasa mati rasa, marah, tidak berdaya, atau kewalahan. Mereka juga mungkin menghindari pemicu yang mengingatkan pada peristiwa traumatis, seperti tempat, bau, atau objek tertentu.
Setiap orang merespons trauma dengan cara yang berbeda. Namun, penting untuk diketahui bahwa dukungan psikologis bisa sangat membantu proses pemulihan. Terapi seperti EMDR Eye Movement Desensitization and Reprocessing), terapi perilaku kognitif, dan pendekatan berbasis trauma bisa menjadi pilihan efektif.
Dampak Fisik yang Tidak Selalu Langsung Terlihat
Kekerasan seksual tentu bisa menimbulkan dampak langsung terhadap kesehatan. Karena itu, mencari bantuan medis segera sangat penting.
Namun, beberapa minggu, bulan, atau bahkan tahun kemudian, sebagian penyintas juga dapat mengalami gangguan kesehatan yang berhubungan dengan trauma tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa kekerasan seksual dapat meningkatkan risiko beberapa kondisi kronis, seperti:
- Penyakit jantung
- Diabetes
- Tekanan darah tinggi
- Nyeri kronis, termasuk nyeri panggul
- Sakit kepala atau migrain yang sering muncul
- Irritable Bowel Syndrome (IBS)
- Kecanduan obat atau zat tertentu
Mendapatkan perawatan yang sesuai dapat mendukung proses pemulihan. Jika mengalami gejala seperti di atas, pertimbangkan untuk berbicara dengan penyedia layanan kesehatan Anda.
Bagaimana Berbicara kepada Dokter tentang Riwayat Kekerasan Seksual?
Penting untuk merasa aman dan nyaman dengan penyedia layanan kesehatan Anda. Berikut beberapa tips untuk membantu:
- Tanyakan tentang perawatan berbasis trauma: Jika memungkinkan, pilih penyedia yang menerapkan pendekatan trauma-informed care yaitu pendekatan yang memahami dampak trauma terhadap kesehatan dan menghormati kebutuhan serta kendali pasien.
- Berbagi sesuai kenyamanan Anda: Anda bebas memutuskan apakah ingin membagikan riwayat kekerasan seksual kepada tenaga medis. Jika pun tidak, Anda tetap berhak mendapatkan perawatan untuk kondisi kesehatan yang berkaitan. Informasi ini akan menjadi bagian rahasia dari rekam medis Anda.
- Cara memulai percakapan: Jika Anda memutuskan untuk berbagi, berikut contoh cara memulainya:
- “Saya ingin memberi tahu bahwa saya memiliki riwayat trauma.”
- “Trauma yang saya alami masih berdampak pada kesehatan saya, terutama dalam hal [sebutkan dampaknya].”
Berikan detail sebanyak atau sesedikit yang Anda nyaman untuk ceritakan.
- Privasi rekam medis: Tanyakan apakah institusi kesehatan Anda menyediakan perlindungan tambahan terhadap akses rekam medis, seperti kata sandi khusus atau batasan akses. Hal ini bisa sangat penting jika Anda berada dalam hubungan yang tidak aman atau khawatir ada orang yang mencoba mengakses data Anda tanpa izin.
Persiapan untuk Pemeriksaan Fisik dan Diskusi dengan Dokter
- Ingat bahwa Anda punya pilihan: Pemeriksaan fisik bisa membantu mengatasi keluhan kesehatan. Namun, bagi penyintas kekerasan seksual, pemeriksaan ini bisa terasa menegangkan atau traumatis. Anda berhak menolak atau menjadwalkan ulang pemeriksaan kapan pun.
- Pertimbangkan membawa pendamping: Kehadiran orang yang dipercaya, seperti teman dekat, bisa memberikan rasa aman. Anda juga bisa meminta petugas kesehatan menyiapkan staf pendamping atau memilih jenis kelamin petugas medis sesuai preferensi.
- Minta penjelasan sebelum tiap langkah: Sebelum pemeriksaan dimulai, mintalah dokter menjelaskan apa yang akan dilakukan. Ingat, Anda berhak menghentikan atau menjeda pemeriksaan kapan saja.
- Persetujuan Anda penting: Dalam kondisi apa pun, Anda selalu berhak menentukan bagaimana dan kapan tubuh Anda disentuh. Semua petugas kesehatan terikat standar profesional dan etika untuk melindungi hak Anda. Jika ada pelanggaran, Anda berhak melaporkannya kepada instansi terkait atau pihak berwenang, serta mencari perawatan di tempat lain.
Kekerasan seksual tidak pernah bisa dibenarkan dalam keadaan apa pun. Jika hal ini pernah terjadi pada Anda, ketahuilah bahwa itu bukan kesalahan Anda.
Pengalaman traumatis seperti kekerasan seksual bisa berdampak pada tubuh dan pikiran — mulai dari PTSD, depresi, gangguan penggunaan zat, hingga nyeri kronis. Namun, semua kondisi ini bisa diobati dan dikelola. Sebagian besar penyintas mampu pulih dan kembali menjalani hidup yang penuh makna.***
Sumber: Harvard
Baca juga: Mengapa Saya Merasa Sedih Tanpa Alasan?