Ayah dan Bunda, dalam menjalani aktivitas sehari-hari, baik sebagai orang tua, pekerja, maupun individu yang aktif, sering kali kita menghadapi stres dan beban kerja yang berlebihan. Jika tidak dikelola dengan baik, kondisi ini dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental, serta mengganggu keseimbangan hidup. Berikut lima langkah efektif untuk mengatasi stres dan menjaga kesejahteraan:
Dalam sebuah buku berjudul ‘Burnout Immunity’ yang ditulis oleh Kandi Wiens, dalam kepribadian overachiever misalnya, stres bisa bersumber dari keraguan atas kemampuan diri dan adanya rasa tidak aman.
Menurut WHO, burnout didefinisikan dengan tiga tanda: kelelahan, sinisme, dan berkurangnya produktivitas. Buku Burnout Immunity menawarkan kepada para pembacanya lima keterampilan yang berhubungan dengan kecerdasan emosional yang berguna untuk meningkatkan ‘kekebalan’ terhadap kelelahan sehubungan dengan pekerjaan, serta melindungi dan membantu kita menemukan kesejahteraan baik di dalam dan di luar pekerjaan.
Berikut lima keterampilan untuk mengatasi kelelahan, stress dan rasa terbebani dengan pekerjaan berlebih:
1. Tingkatkan Kesadaran Diri
Langkah pertama dalam mengelola stres adalah memahami pemicunya. Kesadaran diri membantu kita mengenali tanda-tanda kelelahan, baik secara fisik maupun emosional. Apakah Ayah dan Bunda sering merasa mudah marah, kelelahan, atau sulit berkonsentrasi? Jika ya, bisa jadi ini adalah tanda stres. Mengenali gejala ini lebih awal memungkinkan kita mengambil langkah pencegahan, seperti mengatur ulang jadwal atau mengambil waktu istirahat.
Berikut sebuah kuis singkat untuk menilai tingkat kerentanan Anda terhadap kelelahan. Beberapa indikatornya meliputi:
- Apakah Anda memandang stressor sebagai masalah yang bisa diselesaikan?
- Apakah budaya kerja di kantor terasa toksik?
- Apakah diri Anda sulit berkata ‘tidak’ kepada orang lain?
Kesadaran membantu kita untuk mengenali apa yang terjadi pada diri kita, mengingatkan kita akan tanda-tanda kesusahan, serta apa yang menyebabkan stres di tempat kerja juga interaksi sosial toksik yang kita alami.
Memperhatikan sinyal-sinyal yang ada secara internal dan eksternal akan memberi kita data yang kita butuhkan untuk membuat perubahan secara reaktif, juga mencegah stres secara proaktif.
2. Kelola Emosi dengan Baik
Regulasi emosi sangat penting dalam menghadapi tekanan. Salah satu cara efektif adalah dengan mengubah perspektif terhadap tantangan, secara sadar memilih respons yang sehat.
Kata Weins dalam buku tersebut, ketika kita mengalami disregulasi oleh stres, maka kita dapat mengalami respons fight-or-flight, yang jika terus berulang maka dapat mengakibatkan masalah kesehatan mental dan fisik seperti tekanan darah tinggi dan masalah pencernaan karena lonjakan kortisol.
Cobalah melihat suatu tugas sebagai kesempatan belajar daripada beban. Selain itu, teknik pernapasan dalam, meditasi, atau olahraga ringan bisa membantu menenangkan pikiran dan tubuh saat stres melanda.
Lakukan cara yang lebih sehat untuk merespons stres. Salah satunya dengan melihat bahwa ulang bahwa suatu tugas sebagai kesempatan belajar. Misalnya, jika Anda merasa cemas ketika berbicara di depan umum, cobalah untuk melihatnya sebagai tantangan yang bisa diatasi.
Respons sehat lainnya adalah dengan mengandalkan teman, sahabat dan keluarga untuk mendukung kita melewati masa-masa penuh tekanan. Fokuslah pada apa yang dapat kita kendalikan, dan melepaskan apa yang tidak dapat kita kendalikan.
Ketika efek stres muncul pada fisik Anda, lakukan tahapan-tahapan ini:
- Ukur stres Anda dalam skala dari 1 sampai 10
- Kenali di mana Anda merasakan stres di tubuh Anda
- Katakan pada diri Anda sendiri tentang pemicu stres tersebut
- Tarik napas dalam 4 hitungan
- Buang napas selama 7 hitungan
3. Bangun Koneksi yang Bermakna
Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga, teman, dan rekan kerja dapat menjadi sumber dukungan emosional yang kuat. Jangan ragu untuk berbagi perasaan dengan orang terdekat atau mencari komunitas yang memiliki nilai dan tujuan yang sama. Hubungan yang positif dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
Wiens menyarankan agar kita membuat batasan dengan pekerjaan, melepaskan komitmen yang tidak penting, dan mencari cara untuk mengisi ulang tenaga dan pikiran di luar pekerjaan.
Ketika apa yang kita kerjakan selaras dengan nilai-nilai inti kita, maka nilai-nilai tersebut dapat membantu kita mengenali mana lingkungan yang harus kita tinggali dan mana lingkungan yang harus kita tinggalkan.
Petunjuk dapat hadir berupa ketidakcocokan dengan lingkungan tersebut, termasuk perasaan tidak nyaman atau gelisah, tidak bahagia, pesimis, atau tidak termotivasi.
Bagi Anda yang tidak yakin dengan penilaian Anda, renungkan hal-hal yang penting bagi Anda, seperti keadilan atau kasih sayang. Jika Anda masih mengalami kesulitan, maka buatlah daftar tujuh hal yang ingin Anda lakukan, ingin realisasikan, lihat, rasakan, atau alami dalam kehidupan Anda sebelum meninggal.
4. Atasi Stres dengan Adopsi Pola Pikir Positif
Cara kita memandang suatu masalah sangat mempengaruhi tingkat stres. Orang yang memiliki pola pikir optimis cenderung lebih tahan terhadap tekanan. Cobalah untuk fokus pada solusi, bukan hanya masalahnya. Dengan sikap yang lebih positif, kita bisa menghadapi tantangan dengan lebih tenang dan produktif.
Mereka yang memiliki kekebalan terhadap stres cenderung memiliki satu atau lebih dari pola pikir berikut ini:
- Pandangan positif: Mereka merasa optimis, penuh harapan, dan mampu mencapai tujuan mereka. Misalnya, ketika dihadapkan pada suatu pemicu stres, seseorang yang memiliki pandangan positif akan condong pada sisi positif dari situasi, orang, atau peristiwa daripada sisi negatifnya, serta melihat situasi sebagai “gelas setengah penuh” dalam menyelesaikan masalah.
- Yakin bahwa stres dapat meningkatkan kemampuan: Memandang stres sebagai sesuatu yang bermanfaat, bukan hal berbahaya. Ketika Anda merasakan stres dalam tubuh Anda, dan merasa detak jantung yang lebih cepat, Anda bisa menganggapnya energi yang Anda butuhkan, dengan pengelolaan yang baik, Anda akan memperoleh hasil yang lebih baik daripada sekadar stres memikirkan masalah itu.
- Melayani orang lain: Umumnya mereka yang ‘kebal’ stres menemukan makna dalam pekerjaan mereka dengan melayani orang lain.
- Sadar dan peduli: Kebal stres bukan berarti tidak mengalami stres melainkan mengakui sedang mengalami stres dan mengatasi sumber dan gejalanya.
5. Pulihkan Energi dan Susun Ulang Prioritas
Jangan abaikan kebutuhan tubuh dan pikiran untuk beristirahat. Luangkan waktu untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti membaca, berkebun, atau sekadar berbincang santai dengan keluarga. Evaluasi kembali tugas dan tanggung jawab yang diemban, pastikan tidak terlalu membebani diri sendiri.
Pemulihan yang dimaksud tidak hanya bersifat reaktif ketika stres, kemudian memaksakan diri beristirahat, tetapi cara terbaik untuk memulihkan diri adalah melalui praktik istirahat sejenak sepanjang hari (microbreaks), meluangkan waktu bersenang-senang, dan bersosialisasi.
Stres cenderung membuat kita terputus dari hal-hal dan orang-orang yang penting bagi kita. Menjalin silaturahmi dengan orang yang kita sayangi, melakukan hobi dan kebiasaan yang membuat kita senang seperti seni, berkebun, atau memancing, dapat membantu kita memulihkan diri.
Langkah terakhir adalah menata kembali visi hidup Anda pasca-stres, motivasi dengan optimisme dan harapan bahwa ada jalan yang lebih baik ke depan.***
Sumber: Berkeley.edu
Baca juga: Cara Efektif Menghindari Stres Pasca-Liburan